Saat ini pemahaman antara hubungan bisnis dan hak anak masih menjadi persoalan. Karena hingga saat ini, sebagian besar perusahaan bisnis masih menganggap persoalan spesifik terkait hak anak hanyalah tentang pekerja anak di beberapa sektor industri. Oleh karena itu pada tahun 2013, dunia internasional kembali mengeluarkan aturan yang menyororti hak anak dalam bisnis yang disebut Children’s Right and Business Principle (CRBP) atau Prinsip-Prinsip Bisnis dan Hak Anak.
Jakarta, 29-08-2018. Saat ini pemahaman antara hubungan bisnis dan hak anak masih menjadi persoalan. Karena hingga saat ini, sebagian besar perusahaan bisnis masih menganggap persoalan spesifik terkait hak anak hanyalah tentang pekerja anak di beberapa sektor industri. Oleh karena itu pada tahun 2013, dunia internasional kembali mengeluarkan aturan yang menyororti hak anak dalam bisnis yang disebut Children’s Right and Business Principle (CRBP) atau Prinsip-Prinsip Bisnis dan Hak Anak.
Berdasarkan kenyataan tersebut, Pusat Kajian dan Perlindungan Anak (PKPA) juga melakukan sosialisasi dan asistensi terkait CRBP di beberapa sektor bisnis diantaranya adalah sektor bisnis kelapa sawit. PKPA melakukan sosialisasi sejak 2016 dan telah berhasil meyakinkan beberapa perusahaan perkebunan sawit untuk berkomitmen menerapkan aturan CRBP di perusahaan mereka masing-masing.
Dalam upaya memetakan proses dan upaya apa saja yang telah di lakukan oleh pemerintah, LSM, dan sektor bisnis terkait CRBP maupun Bisnis dan HAM di Indonesia. PKPA berkerjasama dengan Icco Corporation menginisiasi workshop nasional bertajuk “National Workshop on Bussiness and Children Right, Napak Tilas dan Agenda ke Depan Implemantasi UNGP dan CRBP di Indonesia” (29/08/2018).
Workshop ini dilaksanakan di Hotel Ibis Jakarta dan dihadiri oleh 40 peserta yang berasal dari berbagai perusahaan bisnis, pemerintah serta perwakilan CSO nasional dan internasional.
Ratna Yunita selaku CRG Advisor Yayasan Sayangi Tunas Cilik menyampaikan bahwa mengedukasi sektor bisnis terkait CRBP dan UNGP tidak selalu mudah karena pihak pengusaha akan resisten dan mempertanyakan dampak baik apa yang akan mereka terima jika mereka menerapakan aturan-aturan tersebut pada bisnis mereka.
“Kami akan menyampaikan bahwa pengimplementasian CRBP dan UNGP ini adalah investasi jangka panjang yang akan meningkatkan kualitas dan brand bisnis mereka di masa yang akan datang. Dengan begitu, mereka akan berfikir bahwa CRBP bukanlah suatu hal yang merepotkan namun sebaliknya menguntungkan bagi bisnis mereka” jelas Ratna Yunita.
Hal ini senada dengan apa yang disampaikan oleh Keumala Dewi selaku Direktur Eksekutif PKPA, beliau menyampaikan bahwa pihak perkebunan kelapa sawit yang mereka intervensi, kordinasinya masih pada tahap manajemen dan masih butuh waktu untuk menembus tataran grup perusahaan.
“Biasanya orang akan lebih menerima PKPA karena PKPA berbicara tentang pemenuhan hak anak. Selain itu, PKPA juga sudah dikenal oleh masyarakat karena sebelumnya pernah juga memberikan edukasi terkait perlindungan dan pembentukan forum anak di desa. Pada awalnya, PKPA akan duduk bersama perwakilan perusahaan dan memetakan apa saja yang telah dilakukan oleh perusahaan terkait CRBP. Karena sering kali perusahaan tidak menyadari bahwa apa yang telah mereka lakukan merupakan bagian dari CRBP. Setelah selesai proses pemetaan, barulah PKPA akan menyampaikan langkah apa yang kiranya dapat dilakukan oleh perusahaan untuk memperbaiki kinerja perusahaan agar dapat mengimplementasikan CRBP secara lebih baik lagi” tutur Keumala Dewi.
Perwakilan KPAI, Ai Maryati yang hadir pada kegiatan tersebut menyampaikan bahwa KPAI juga telah berusaha mengajak sektor bisnis untuk duduk bersama dan mendiskusikan isu-isu terkait perlindungan anak dalam CRBP, namun hal tersebut masih mendapat respon yang rendah karena sektor bisnis menganggap CRBP tidak terlalu berpengaruh dalam upaya peningkatan kualitas bisnis mereka. Oleh sebab itu, beliau berharap bahwa segala sektor dapat bersinergi dalam upaya pemenuhan hak anak dan perlindungan anak di sektor bisnis tersebut. (Ayu Lestari)