Blog

Peringati Hari Dunia Menentang Pekerja Anak, Kelompok Anak CAC Dampingan PKPA Sampaikan Aspirasi dan Pesan Advokasi ke Kementerian Ketenagakerjaan RI

Jakarta, PKPA Indonesia – Berdasarkan data yang dihimpun oleh Badan Pusat Statistik (BPS), pada tahun 2024 jumlah pekerja anak meningkat. Persentasenya naik sebesar 0,45% dibandingkan tahun sebelumnya, dari 1,72% pada 2023 menjadi 2,17% di 2024. Kenaikan ini disertai dengan bertambahnya jumlah anak yang bekerja, dari 1,01 juta pada tahun 2023 menjadi 1,27 juta pada tahun 2024.

Baseline data yang dihimpun oleh Yayasan Pusat Kajian dan Perlindungan Anak (PKPA) juga turut menunjukkan sebaran pekerja anak di dua wilayah intervensi program, yaitu Desa Damak Maliho (Kabupaten Deli Serdang) dan Kelurahan Kwala Bekala (Kota Medan), Sumatera Utara. Dari total 278 anak yang menjadi sampel, sebanyak 142 di antaranya merupakan pekerja anak berusia 13–17 tahun yang bekerja di sektor informal. Jenis pekerjaan yang mereka lakukan antara lain bekerja di bengkel, menjadi pengepul brondolan sawit, berdagang, beternak, serta jenis pekerjaan informal lainnya.

Oleh karena itu, dalam rangka memperingati Hari Dunia Menentang Pekerja Anak (World Day Against Child Labour) yang tahun ini mengusung tema global “Mari Kita Percepat Upaya Penghapusan Pekerja Anak”, PKPA melalui Program Education, Participation, and Protection (EPP) – Child Labour at North Sumatera memfasilitasi partisipasi bermakna kelompok anak dari Children Advisory Committee (CAC) untuk menyampaikan aspirasi mereka secara langsung kepada Kementerian Ketenagakerjaan Republik Indonesia. Pertemuan ini dapat terselenggara pada 13 Juni 2025 lalu di Gedung Kementerian Ketenagakerjaan RI, Jakarta Selatan, melalui dukungan dari Terre des Hommes (TdH) German.

Kedatangan anak-anak CAC bersama sejumlah jajaran manajemen serta staf Yayasan PKPA disambut baik oleh jajaran pejabat Kementerian Ketenagakerjaan RI yang menyampaikan apresiasi atas inisiatif dan keberanian anak-anak dalam menyuarakan aspirasi terkait penghapusan pekerja anak. Pertemuan diawali dengan penyampaian apresiasi dan ucapan terima kasih dari Direktur Eksekutif PKPA Keumala Dewi atas kesempatan yang diberikan untuk menghadirkan anak-anak secara langsung ke kantor Kementerian Ketenagakerjaan. Dalam kesempatan tersebut, beliau juga memaparkan situasi pekerja anak di Sumatera Utara, khususnya di Desa Damak Maliho dan Kelurahan Kwala Bekala, sebagai wilayah intervensi Program EPP.

“Kedatangan kami ke sini adalah untuk menyampaikan langsung suara anak-anak dari daerah, dengan harapan dapat mendorong lahirnya solusi yang responsif dan sesuai dengan kebutuhan di lapangan dalam upaya eliminasi pekerja anak. Dengan menjembatani anak-anak agar dapat menyuarakan pengalaman dan aspirasi mereka secara langsung, kami berharap tercipta sinergi lintas lembaga dan dukungan nyata dari pemerintah dalam membangun sistem perlindungan anak yang lebih kuat,” ujar Ibu Keumala Dewi.

Dengan penuh semangat, Anjani, Serly, Bayu, dan Dika, anggota CAC dampingan PKPA, menyampaikan pengalaman terkait kondisi pekerja anak di daerah asal mereka. Bayu mengisahkan kesehariannya sebagai pengepul brondolan sawit, pekerjaan yang ia jalani untuk membantu memenuhi kebutuhan keluarga meskipun pekerjaan itu cukup berat dan berisiko bagi anak seusianya.

“Saya mengikuti kakek untuk mengepul sawit sejak usia 17 tahun Bu. Saya memiliki keinginan untuk membantu perekonomian keluarga dan mengisi waktu luang. Saya sendiri memiliki cita-cita untuk menjadi pemain bola, tetapi karena tidak bisa untuk memenuhi kebutuhan, saya memutuskan untuk membantu kakek saja. Saya masih berkeinginan untuk mengejar cita-cita saya Bu. Mimpi saya besar namun terhalang oleh keadaan ekonomi yang menghadang,” tutur Bayu kepada Koordinator Bidang Perempuan dan Anak, Direktorat Bina Pemeriksaaan Norma Ketenagakerjaan Wiwin Diana Supyawati, S.Si di Gedung Kemenaker RI pada Jum’at, (13/06/2025).

Ibu Wiwin turut kembali menyampaikan bahwa Kementerian Ketenagakerjaan RI memiliki sebuah program Balai Latihan Kerja (BLK) yang ditujukan bagi individu usia kerja. Program ini dapat menjadi ruang strategis untuk mengembangkan keterampilan yang sesuai dengan minat dan potensi mereka. “Kami melihat adanya peluang kolaborasi dengan lembaga seperti PKPA, agar anak-anak dampingan yang telah memasuki usia kerja dapat difasilitasi untuk memperoleh pelatihan vokasional yang tepat di BLK.”

Anjani dan Serly juga menceritakan pengalaman mereka membantu orang tua berdagang yang kadangkala membuat mereka kesulitan membagi waktu antara membantu orang tua dan belajar. Sementara itu, Dika menyampaikan bahwa ia memiliki ketertarikan dan potensi besar di bidang menulis, namun belum mendapatkan kesempatan yang memadai untuk mengembangkan kemampuannya karena keterbatasan akses pendidikan dan dukungan di lingkungannya.

Dalam kehangatan pertemuan tersebut, komunitas anak CAC juga menampilkan peragaan media Komunikasi, Informasi, dan Edukasi (KIE) berupa Rubik Face Bebas Pekerja Anak. Skema pengembangan Rubik Face ini merupakan hasil gagasan kreatif anak-anak sendiri yang terinspirasi dari keinginan mereka untuk menyuarakan pengalaman dan harapan sebagai bagian dari perjuangan menghapus praktik pekerja anak. Melalui pendekatan kreatif, mereka mengemas informasi penting seputar pengertian pekerja anak, bentuk-bentuk eksploitasi pada anak, dampaknya terhadap tumbuh kembang anak, hingga cara mencegah dan melaporkan kasus-kasus tersebut. Rubik Face ini menjadi sarana yang efektif untuk menyampaikan pesan secara visual dan menyenangkan.

“PKPA telah menjadi mitra kami sejak beberapa waktu lalu dalam upaya menghimpun baseline data terkait praktik pekerja anak. Kami sangat mengapresiasi kontribusi PKPA dalam menjangkau komunitas akar rumput dan menghadirkan suara anak ke ruang-ruang kebijakan. Ke depan, kami berharap kerja sama ini dapat terus diperluas dalam bentuk sinergi program yang lebih konkret dan berkelanjutan demi mendukung penghapusan pekerja anak di Indonesia,” lanjut Ibu Wiwin.

Melalui pertemuan ini, PKPA berharap suara anak-anak dari komunitas rentan dapat menjadi masukan berharga bagi pemerintah dalam merumuskan kebijakan dan langkah strategis untuk mengakhiri praktik pekerja anak, khususnya di wilayah-wilayah yang masih menghadapi tantangan besar. Selain itu, pertemuan ini juga menjadi momentum penting untuk membuka potensi sinergi dan kolaborasi yang lebih berkelanjutan antara pemerintah dan lembaga masyarakat dalam menciptakan lingkungan yang aman, inklusif, dan berpihak pada kepentingan terbaik anak.

Yayasan Pusat Kajian dan Perlindungan Anak (PKPA)

Kontak Pengaduan Kasus