Medan, PKPA Indonesia – Terik cahaya matahari menembus kaca jendela, sinarnya memenuhi Ruang Cendana Hotel HARPER Wahid Hasyim Medan. Satu per satu anak memasuki ruangan. Singkat saja, lima belas anak telah berkumpul dan bersiap melakukan kegiatan konsultasi. Kegiatan tersebut merupakan salah satu agenda rutin Yayasan Pusat Kajian dan Perlindungan Anak (PKPA) melalui program cyber safety.
Program cyber safety, atau nama aslinya Stopping Cybercrime Against Children: More Safety and Protection on The Internet, merupakan program yang fokus terhadap perlindungan anak di ranah daring. Salah satu kegiatan dalam program ini adalah konsultasi anak, yang dilakukan setiap dua bulan sekali sejak awal tahun 2022 silam. Dalam kegiatan konsultasi ini, anak saling belajar, bertukar ide, dan pengalaman mengenai kekerasan online serta perlindungan yang dibutuhkan untuk mengatasi permasalahan tersebut.
Misalnya saja pada sesi konsultasi anak ketiga ini, anak mendiskusikan hak-hak mereka yang berkaitan dengan dunia digital dalam Konvensi Hak Anak (KHA). Salah satu yang menjadi sorotan dalam diskusi adalah realitas dari anak dengan disabilitas yang lebih rentan menjadi korban kekerasan online dan pengeksklusifan dari pembelajaran daring. Menurut mereka, penting ditinjau kembali pemenuhan hak pendidikan yang inklusif dan perlindungan khusus bagi anak dengan disabilitas terutama dalam dunia digital.
Tidak hanya itu, anak-anak juga mendiskusikan cara-cara yang dapat mereka lakukan agar tetap aman berinternet. Dea Yuli Anggraini dan Clara Khoriah membagikan pengalaman mereka sebagai AMAN Warior dengan berbagi informasi cara melindungi data pribadi dan menghindari bentuk-bentuk eksploitasi seksual anak online. Pasalnya, dengan tingkat akses dunia digital yang tinggi, terlebih tanpa pengawasan orang tua, anak-anak memiliki risiko tinggi menjadi korban kekerasan. “Saya mau berbagi informasi tentang apa yang sudah didapat, agar anak-anak lebih waspada dan bijak dalam mengakses internet,” jelas Clara.
Adanya berbagai kegiatan yang dilakukan dalam konsultasi anak tersebut diakui oleh anak memberikan manfaat, salah satunya Nazla Aulia Harahap. Ia mendapatkan banyak pemahaman baru mengenai haknya dan hal yang dapat dilakukan untuk melindungi diri di dunia digital. “Saya bisa mencegah terjadinya perilaku dan dampak negatif, yaitu kekerasan anak di dunia digital,” ungkap anak yang akrab disapa Nanaz itu.
Pada akhir sesi kegiatan konsultasi, anak-anak mendiskusikan rencana tindak lanjut dari forum konsultasi ini menjadi sebuah komunitas anak. Hal ini merupakan salah satu cara untuk meningkatkan partisipasi anak secara lebih masif dalam isu-isu perlindungan anak di ranah daring. “Dengan tetap didampingi oleh PKPA, anak-anak bersepakat untuk membentuk komunitas dengan nama yang belum diputuskan,” ujar Anggi selaku pendamping anak pada kegiatan konsultasi.