Medan, PKPA Indonesia – Tiga belas anak yang berasal dari lima organisasi anak di Sumatera Utara berkumpul di sebuah aula kecil berdinding kaca. Mereka tampak santai duduk lesehan beralas karpet kain warna warni. Mereka duduk dalam kelompok kecil berjumlah 4 – 5 orang dan tampak asik mendiskusikan sebuah dokumen yang tercetak dalam beberapa lembar kertas HVS.
Beberapa anak tampak cekatan menulis hasil diskusi rekan rekannya di atas lembaran kertas plano. Catatan mereka juga tampak rapid an menarik karena dibubuhi beberapa ilustrasi lucu khas anak-anak. Salah satu catatan yang mereka tuliskan adalah tentang salah satu pasal dalam dokumen yang menyikapi fenomena ujaran kebencian (buli) yang marak terjadi di sekolah. Mereka menyoroti bahwa kasus buli belum ditangani dengan maksimal. Masukan ini sangat sesuai ditujukan pada salah satu pasal yang fokus membahas tentang sekolah ramah anak. Anak-anak memberi catatan bahwa sekolah harus memiliki prosedur penanganan kasus kekerasan terhadap anak di sekolah dan lebih sigap saat kasus terjadi.
Ya, anak-anak yang berasal dari kelompok anak Child Led Campign (CLC) Medan, Kelompok anak Cyber Safety, Forum Anak Kota Medan, Forum Anak Kelurahan Lalang dan Forum Anak Kelurahan Ayahanda tersebut sedang membedah Draft Peraturan Daerah Perlindungan Anak Sumatera Utara. Peraturan Daerah Sumatera Utara Sendiri, terakhir kali direvisi pada tahun 2017 (Perda No 9 Tahun 2017). Menjelang lima tahun setelah direvisi, Perda tersebut telah disusun ulang dan drafnya telah diserahkan kepada Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak Sumatetra Utara. Draft Perda inilah yang dibedah anak, mereka membaca dan memberikan rekomendasi berdasarkan persfektif anak.
Diskusi ini berlangsung selama 2 hari (22 – 23/06/2022) di aula warung restu bunda dan dipandu langsung oleh Ketua Tim Penyusun Draft Perda Pelindungan Anak Sumatera Utara, Bapak Muhammad Jailani. Harapannya diskusi ini dapat menggali masukan dan rekomendasi anak tentang kondisi perlindungan dan pengangan anak serta melibatkan anak dalam upaya advokasi bersama pemerintah.
Setelah berdiskusi kelompok, peserta memaparkan beberapa point rekomendasi. Salah satu anak yang berdomisili di Belawan, Allisha yang kerap disapa ica menyampaikan hasil diskusi kelompoknya terkait hak anak saat bencana pada Bab IV Bagian Kedua Pasal 9. Icha menyampaikan bahwa banjir rob yang menyebabkan Belawan tenggelam. Pembangunan/reklamasi yang tak semestimya sudah banyak menimbulkan korban terutama pada balita. Sekolah sekolah yang ada di Belawan juga terpaksa harus menghentikan proses belajar mengajar karena banjir rob ini. Diare juga menjadi dampak dari fenomena ini. “Pemerintah hendaknya membatasi bangunan-bangunan industri yang ada di Belawan, karena penyebab utama banjir adalah banyaknya reklamasi yang ada di pantai Belawan.” Paparnya.
Tidak hanya Icha, Clara Khoiriah salah satu anggota CLC juga memaparkan hasil diskusi kelompoknya. Clara banyak menyoroti upaya pemerintah dalam penanganan kasus kekerasan terhadap anak. Namun menurut kelompoknya, Perda masi belum banyak mengatur tentang upaya pencegahan. “Ada Pasal yang mengatur bahwa masyarakat dapat berperan aktif dalam sosialisasi dan pengaduan kasus, tapi bagaimana hal ini bisa maksimal jika tidak ada sosialisasi terkait hal tersebut di masyarakat.” Ujarnya.
Pertanyaan anak-anak diakomodir dengan baik oleh Bapak Jailani, beliau juga memberi masukan kepada anak-anak dalam proses penulisan rekomendasi. Menurut beliau, masukan anak-anak cukup tajam dan beberapa hal dapat memperkaya Draft Perda yang tengah diajukan.
Selanjutnya Rekomendasi yang disusun anak dalam diskusi ini akan diserahkan kepada Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Sumatera Utara pada bulan Juli 2022. (DMC – Rizky)