Blog

YANG MUDA YANG PEDULI

Sejak pertengahan tahun 2007 lalu PKPA beberapa kali mendengar informasi adanya dusun yeng terisolir di bagian utara Nias. Dusun tersebut masih menjadi bagian pemerintahan desa Muzoi, Kecamatan Lahewa Timur, Kabupaten Nias. Masyarakat dusun Turezoliho sangat membutuhkan adanya layanan kesehatan dan pendidikan, karena akses kedua layanan tersebut sangat jauh disebabkan dusun Turezoliho terpisah dari desa Induknya. Satu-satunya akses transportasi menuju dusun ini adalah jalur laut menggunakan sam

PENGALAMAN MEMBENTUK POS OBAT DESA DI TUREZOLIHO-NIAS PASKA GEMPA BUMI

Catatan: MISRAN LUBIS

Turezoliho..Dimana Lokasinya….

Sejak pertengahan tahun 2007 lalu PKPA  beberapa kali mendengar informasi adanya dusun yeng terisolir di bagian utara Nias. Dusun tersebut masih menjadi bagian pemerintahan desa Muzoi, Kecamatan Lahewa Timur, Kabupaten Nias. Masyarakat dusun Turezoliho sangat membutuhkan adanya layanan kesehatan dan pendidikan, karena akses kedua layanan tersebut sangat jauh disebabkan dusun Turezoliho terpisah dari desa Induknya. Satu-satunya akses transportasi menuju dusun ini adalah jalur laut menggunakan sampan atau boat mesin tempel milik nelayan lokal, perjalanan dari pelabuhan Lahewa ke Turezoliho sekitar 1,5 jam. 

Hasil assesment PKPA dan Informasi dari Lembaga yang pernah berkunjung ke dusun tersebut, kebutuhan mendesak masyarakat adalah layanan kesehatan dan pendidikan. Setelah berkordinasi dengan kepala desa, Puskesmas Lahewa dan kepala dusun Turezoliho PKPA memutuskan untuk menyalurkan program layanan kesehatan dasar dengan prioritas layanan kesehatan anak dan pemberian makanan tambahan. Kegiatan selanjutnya adalah  PKPA berkordinasi dengan tokoh masyarakat dan kepala dusun Turezoliho untuk memfasilitasi pembentukan Pos obat desa dan Posyandu yang dikelola oleh kader kesehatan desa. Rencana ini pun direspon dengan baik, 2 orang warga masyarakat yang masih muda dilatih tentang kesehatan pribadi, kesehatan lingkungan, jenis-jenis penyakit dan pengelolaan Pos obat desa. 

Pada awalnya PKPA mengalami kesulitas karena tidak adanya penduduk lokal yang bersedia menjadi relawan sebagai petugas di pos obat desa selain tingkat pendidikan mereka yang hanya tamat SMP, tidak ada backround atau pengalaman di bidang kesehatan mereka juga disibukkan dengan kegiatan mencari ikan. Namun atas dorongan dari tokoh masyarakat dan juga penjelasan dari staf kesehatan PKPA maka 2 orang pemuda desa 1 perempuan dan 1 laki-laki bersedia menjadi relawan. Pada tiga bulan pertama Juni-Agustus 2007 staf kesehatan PKPA secara rutin 1 kali seminggu datang dan memberikan pelayanan di desesa Turezoliho dibantu oleh kader desa, sekaligus memberikan materi pelatihan tentang kesehatan kepada kader desa. 

Monitoring Pertama.

Setelah terbentuknya pos obat desa, saya selaku Manajer Project melakukan monitoring pertama pada tanggal 23 Agustus 2007. Perjalanan menuju Turezoliho dimulai dari pelabuhan Lahewa menggunakan Boat Nelayan bermesin diesel 19 PK, boat buatan nelayan Aceh melaju dengan kecepatan 40 KM/Jam. Sekitar 1,5 jam diperjalanan kami tiba di dusun Turezoliho. Saat boat akan bersandar di “anggar” (pelabuhan kecil) beberapa warga datang mendekati boat yang kami tumpangi, mereka menyambut kedatangan kami dengan penuh kehangatan dan keramahan. “Yaahowu” saya menyampai salam kepada mereka, secara serentak mereka menjawab “Yaahowu !!!!!” . 

Satu persatu warga yang berdiri sepanjang pantai Turezoliho saya salami, ada Kakek-nenek, Ibu dengan anak digendongannya dan belasan anak-anak kecil usia 2 – 13 Tahun. Dusun yang dihuni sekitar 40 KK atau sekitar 130 Jiwa terlihat sunyi karena sebagian nelayan masih dilaut, beberapa warga yang sudah kembali dari mencari ikan sedang membersihkan sampan, memperbaiki jaring dan ada juga yang sedang memindahkan ikan hasil tangkapan dari boat ke ember. Saya berfikir bahwa aktifitas ekonomi masyarakat berjalan baik. 

 Saat memasuki rumah tokoh masyarakat yang dijadikan Pos obat desa saya melihat kerumunan anak-anak Balita bersama ibunya di depan pos kesehatan. Ada anak yang menangis digendongan ibunya, ada yang terlihat bengkak merah di kaki dan banyak anak-anak yang terkena cacar air di seluruh tubuhnya. 

Sementara itu di halaman depan Masjid yang luasnya kira-kira 400 M2, saya melihat anak-anak sedang bermain bola kaki dari bahan plastik. Sebagian diantara mereka telah memasuki usia sekolah dasar dan SMP. Saya bertanya kepada anak-anak tersebut  ‘apakah kalian tidak sekolah, ini kan masih jam sekolah’ seorang anak berhenti berlari menatap kearah saya “kami nggak pernah sekolah bang, kalau dia pernah sekolah dulu waktu sebelum gempa, tapi sekarang ngak lagi (sambil menunjuk kearah anak berbaju merah, usianya kira-kira 11 tahun).  

Setelah istirahat sejenak saya berkeliling perkampungan, sesekali berdialog dengan masyarakat dan anak-anak. Catatan saya tentang Turezoliho dari informasi masyarakat dan diskusi dengan tokoh desa:

  1. Infrastruktur dan Perekonomian Masyarakat, Salah satu lembaga Internasional dari German telah membangun kembali seluruh rumah masyarakat. Pelababuhan kecil sebagai satu-satunya pintu masuk dan keluar desa dijuga telah dibangun kembali. Sumber perekonomian masyarakat mayoritas adalah nelayan, sebuah NGO lokal telang memulihkan aktifitas ekonomi masyarakat dengan memberikan bantuan alat tangkat ikan. 
  2. Pendidikan sebelum gempa bumi dusun Turezoliho memiliki 1 ruang belajar untuk anak-anak usia sekolah dasar yakni sekolah Madrasyah Ibtidaiyah dikelola secara swadaya oleh masyarakat. Saat ini bangunan tersebut hancur total, hanya tersisa lantai saja dan praktis kegiatan pendidikan berhenti. Bagi keluarga yang memiliki family di luar kampung seperti di Lahewa atau desa Muzoi Induk maka anaknya dapat sekolah, tapi tidak seluruhnya karena beberapa anak tidak ingin terpisah dengan orang tuanya meskipun memiliki saudara di luar kampung. Bagi yang tidak ada saudara sudah bisa dipastikan anaknya tidak akan meningkati bangku sekolah. Sekitar 70 % dari sekitar 60 anak-anak usia 3 – 15 tahun belom menikmati pendidikan baik TK, SD maupun SLTP.
  3. Kesehatan, layanan kesehatan dipastikan tidak pernah menjangkau dusun Turezoliho. Hal tersebut diakui oleh tokoh-tokoh masyarakat dan warga yang datang ke pos obat desa. Kehadiran Pos obat desa yang difasilitasi oleh PKPA atas dukungan KNH-Jerman merupakan yang pertama kalinya ada sejak terbentuknya dusun Turezoliho tahun 1963 silam. Untuk menjaga agar pos obat desa dapat berkesinambungan, PKPA melatih 2 orang sebagai tenaga kader kesehatan dan akan medaftarkannya ke Puskesmas Lahewa.

Sebelum kami meninggalkan desa Turezoliho untuk kembali ke Gunung Sitoli, saya sempat berdikusi dengan tokoh masyarakat dan kepada dusun agar membuat musyawarah desa menyusun proposal atau surat permohonan kepada para dermawan. PKPA akan membantu menyampaikan harapan masyarakat untuk memiliki ruang kelas bagi anak-anak Turezoliho. Selain itu perlu didiskusikan juga oleh masyarakat agar keberadaan pos obat desa dapat berkelanjutan dan membantu kesehatan masyarakat. 

Masyarakat sempat ragu, jika PKPA benar-benar tidak lagi menempatkan petugas kesehatan di dusun tersebut, meskipun layanan bisa berjalan tetapi akan kader-kader tersebut bisa melakukan tugas-tugas kesehatan seperti mengobati, injeksi atau yang lainnya. Petugas kesehatan PKPA memberikan penjelasan bahwa tugas kader sederhana, yakni menjadi penolong pertama saat ada warga terutama anak-anak yang sakit dengan melakukan kontrol tekanan suhu badan, membersih luka dan memberikan obat yang memiliki dosis rendah serta mudah dimengerti. Selanjutnya tugas kader adalah memantau dan memberikan pemahaman tentang kesehatan diri, lingkungan dan pencegahan penyakit. Pengobatan lebih lanjut tetap akan dirujuk ke Puskesmas Lahewa. 

Mereka Mampu Berswadaya

Hampir 4 bulan setelah ditinggalkan oleh petugas kesehatan dan kegiatan ditangani oleh kader kesehatan desa, PKPA kembali melakukan kunjungan sekaligus mengevaluasi kegiatan kader. Kami benar-benar terharu karena melihat Pos itu masih memberikan pelayanan dan bahkan telah berkembang dengan pemberian susu dan bubur kacang hijau untuk anak-anak yang menderita gizi kurang.  Kami bertanya bagaimana kalian bisa mempertahankan pos ini dan terus melayani; Hasrin, pemuda berusia 28 tahun sebagai ketua kader spontan menjawab   “ kami memang serba kekurangan, tapi kami punya semangat bang” bagaimana caranya:

  1. Kami menambah sukarelawan dari kalangan muda-mudi, saat ini anggota kader berjumlah 9 orang (7 laki-laki dan 2 perempuan). Masing-masing punya tugas dan fungsi yang saling mendukung. Jika salah seorang diantara kami ada yang punya kegiatan ke Kota Gunung Sitoli maka sekaligus membeli obat-obatan yang sudah habis atau untuk persediaan, jadi biaya transportasi pembelian obat tidak perlu dibayar.
  2. Pengurus POS Obat Desa, juga ada yang menjadi kader POSYANDU untuk melayani anak-anak balita.
  3. Pengurus Pos Obat dan Masyarakat membuat kesepakatan biaya berobat antara 10.000 – 15.000, dan bisa juga pembayarannya ditambah dengan bentuk lain seperti ikan atau kelapa. Untuk pemberian Susu dan Makanan Tambahan (PMT) dikenakan kontribusi sebesar Rp. 5.000,- per anak.

Manfaat yang dirasakan masyarakat dengan adanya pos obat desa adalah warga tidak perlu lagi jauh – jauh ke lahewa untuk berobat, dan mendapat pertolongan pertama. Kesadaran masyarakat untuk hidup sehat juga lebih baik. Namun terkadang warga merasa pengobatan yang diberikan kurang maksimal karena mereka tidak disuntik/injeksi dan tidak adanya dukungan dari petugas medis. 

Kendala yang masih dihadapi oleh para kader antara lain:

  1. masalah yang paling besar dihadapi oleh para pengurus pos obat desa sekarang adalah memberikan imunisasi untuk anak balita di Turezolikho yang nyaris tidak tersentuh Puskesmas dan mereka beberapa kali sudah menghubungi kepala puskesmas Lahewa, namun dengan berbagai alasan, permintaan mereka untuk pengadaan imunisasi di Turezoliho tidak mendapat respon.
  2. keberlanjutan Pos obat desa Turezolikho, para kader sudah melakukan beberapa kali rapat berencana untuk melakukan pembelian obat, melengkapi stok obat yang telah ada, dan melakukan pengkaderan kepada para pemuda lainnya agar memiliki pengetahuan tentang kesehatan. Dan mereka juga akan kembali menghubungi puskesmas untuk kembali mengupayakan imunisasi untuk balita di Turre. Jika ada penguatan dari pemerintah khusus dinas kesehatan dan lembaga lainnya akan sangat membantu layanan didesa tersebut.
Kontak Pengaduan Kasus