Blog

PERMAINAN TRADISIONALTUMBUHKAN IKATAN SOSIAL ANAK

Di era digital saat ini, anak – anak banyak menghabiskan waktunya untuk bermain game menggunakan gadged dan bersosial media. Pemantauan PKPA Nias di daerah dampingan, anak – anak sering menghabiskan watunya bermain gadged. Biasanya setelah pulang sekolah, anak langsung mengambil smartphone dan bermain game, mereka sering menginstilahkannya dengan mabar (main bareng). Anak terlihat duduk bersama namun mata mereka hanya tertuju pada layar smartphone masing – masing tanpa interaksi apapun.

Melihat kondisi tersebut, anak – anak mulai kehilangan rasa kompak dan kebersamaan yang dulu sering terbangun melalui permainan – permainan yang dapat memicu interaksi sosial yang baik. Dulu kita sering melihat anak – anak berlarian kesana – kemari, tertawa bersama menunjukkan keceriaannya. Hal tersebut mulai jarang ditemukan dan anak – anak hampir kelihangan masa kecilnya yang harus diisi dengan bermain.

Kelompok anak di Nias yang mayoritas berusia 6 sampai dengan 18 tahun mencoba menggagas sebuah kegiatan kelompok anak untuk bermain. Banyak anak bercerita bahwa keseharian mereka dihabiskan hanya belajar saja, misalnya pagi hingga siang belajar disekolah, dilanjutkan dengan belajar tambahan, kursus-kursus, PPA dan sekolah sidi di gerejanya, anak – anak mengungkapkan bahwa mereka kehilangan waktu bermainnya.

Melihat kondisi tersebut PKPA Nias melalui pendamping kelompok anak mencoba memberikan ruang bagi anak – anak untuk memanfaatkan waktu pertemuan kelompok anak untuk bermain. Kegiatan tersebut disambut baik oleh anak – anak hingga mengusulkan permainan – permainan tradisional. Ternyata beberapa permainan tradisional yang dulunya sangat seru, saat ini hampir terlupakan. Sangat banyak usulan anak misalnya permainan “Fatendre” yang dimainkan oleh anak laki – laki, dan permainan “Fayeye” yang dimainkan oleh anak – anak perempuan.

Fatendre dan Fayeye

Fatendre adalah permainan kekompakan yang dapat meningkatkan keakraban dan membangun ikatan sosial antara anak. Diawali dengan membentuk kelompok, lalu melemparkan batu besar berbentuk lempeng ke arah garis yang sebelumnya telah dibuat. Batu yang paling dekat dengan garis akan menjadi kelompok yang pertama bermain. Kemudian kelompok yang berkesempatan untuk bermain tersebut akan melemparkan batunya ke arah depan, dengan meletakkan batu diatas telapak kaki. Misi tiap kelompok adalah melemparkan batu agar mengenai batu lawannya. Jika berhasil maka lawan akan menggendong pemain yang menang sebanyak 3 kali putaran.

Tidak jauh berbeda, permainan Fayeye yang dimainkan oleh anak-anak perempuan di Nias adalah permainan yang juga dilakukan berkelompok. Permainan ini membutuhkan banyak karet gelang. Karet – karet ini, yang biasanya adalah karet bekas pembungkus makanan yang telah dikumpulkan sebelumnya, akan dijalin sedemikian rupa sehingga menjadi menyerupai tali yang cukup kokoh namun tetap lentur. Tali inilah yang akan digunakan dalam permainan. Kedua sisi tali akan dipegang berseberangan pada pergelangan tumit kaki oleh dua orang anak dari kelompok yang “berjaga”. Sedangkan kelompok lain akan bermain dengan melompati tali karet tersebut. Jika berhasil tanpa mengenai karet maka akan dinaikkan ke lutut kaki. Selanjutnya jika berhasil maka akan dinaikkan di pinggang. Dan jika berhasil akan dinaikkan di level paling akhir yakni bahu. Jika berhasil sampai level tersebut maka kelompok tersebut akan diakui sebagai pemenang. Jika gagal, kesempatan bermain akan diberikan kepada kelompok yang sebelumnya berjaga.

Pada pelaksanaan kegiatannya ternyata sangat seru dan mengundang canda tawa anak – anak, tampak anak – anak sangat menikmati permainannya, selain menantang dan mengeluarkan keringat, juga menambah rasa persaudaraan antar anak – anak.

Anak – anak mengaku bahwa kerindungan mereka bermain akhirnya terwujudkan, bermain permainan tradisional membuat adrenalin mereka tertantang. Rasa suntuk seharian belajar menjadi hilang, dan permainannya juga mengeluarkan keringat sehingga bisa sebagai wadah berolahraga. Dan mereka sadar bahwa permainan trasional lebih pada permainan fisik yang cukup seru untuk dimainkan.

Hal senada tampaknya juga dirasakan orang tua yang ikut menyaksikan anak – anak mereka bermain. Sambil ikut serta mengawasi, orang tua juga ikut menyemangati anak – anak dari halaman rumah masih masing sehingga membuat suasana semakin meriah. Tampak pula orang tua tertawa jika hal – hal lucu terjadi saat anak mereka bermain.

Kegiatan permainan tradisional diikuti oleh kurang lebih 40 anak-anak dusun 3 Desa Teluk Belukar Kec. Gunungsitoli Utara. Kedepan PKPA Nias bersama dengan kelompok anak akan mengujungi para tokoh – tokoh masyarakat yang ada di Kota Gunungsitoli untuk mendapatkan informasi tentang permainan – permainan zaman dulu yang sekarang sudah jarang dimainkan oleh anak anak.

Modul Permainan Anak

Kota Gunungsitoli juga memiliki museum pusaka nias yang terdapat banyak cerita – cerita zaman daluhu tentang Nias dan benda-benda peninggalan sejarah. Kedepan Kelompok anak akan berkunjung kesana untuk mencari informasi terkait permainan tradisional.

Tidak hanya itu, tokoh – tokoh masyarakat juga akan dilibatkan untuk menggali lebih banyak lai cerita tentang permainan tradisional yang ada di Nias. Tujuan untuk mendapatkan informasi kepada tokoh masyarakat agar anak – anak semakin memiliki informasi tentang jenis – jenis permainan zaman dulu dan akan dikumpulkan sebagai bahan modul permainan oleh PKPA, karena informasi dari anak – anak masih terbatas. Sehingga jika dengan tokoh masyarakat lebih banyak informasi tentang permainan yang dulunya dipermaikan pada zaman orang tua dulu.

PKPA melihat permainan tradisional ini dapat dipopulerkan lagi di kalangan anak – anak. Hal ini dapat menjadi salah satu upaya mengurangi kecenderungan anak menggunakan internet terutama untuk bermain game. Hal ini juga dapa meminimalisis dampak penyalahgunaan gadget.

Selanjutnya jika informasi permainan tradisional ini telah terkumpul, PKPA Nias berencana menyusun modul – modul permainan tradisional, yang harapannya dapat dipopulerkan kembali di zaman sekarang ini. (DMC – PKPA)

Penulis : Ridho,

Penulis adalah pendamping anak di Yayasan PKPA Kantor Cabang Nias.


Editor : Ayu Lestari

Kontak Pengaduan Kasus