
Perkebunan kelapa sawit di Sumatera Utara diminta berkomitmen penuh untuk memenuhi hak-hak anak terutama di area perkebunan dan lingkar perkebunan.
Perkebunan kelapa sawit di Sumatera Utara diminta berkomitmen penuh untuk memenuhi hak-hak anak terutama di area perkebunan dan lingkar perkebunan.
Permintaan tersebut dikemukakan Direktur Eksekutif Yayasan Pusat Kajian dan Perlindungan Anak (PKPA), Keumala Dewi, berkaitan pelaksanaan serial konsultasi daerah tentang Advokasi Hak Anak dalam Prinsip Bisnis dan HAM kepada kalangan pemerintah, sektor bisnis, media massa dan masyarakat di Sumatera Utara, di Medan, 09/08/2018.
“Perusahaan perkebunan kelapa sawit wajib menghormati dan melindungi anak-anak dari berbagai dampak negatif operasional persusahaan. Indonesia telah memiliki banyak regulasi baik adopsi dari regulasi internasional maupun regulasi nasional dan lokal. Sebagai pedoman penghormatan, pemenuhan dan perlindungan hak anak telah di tersedia pedoman bisnis dan hak anak” ujar Keumala Dewi.
Menurutnya, serial konsultasi daerah tahap awal tersebut akan dilaksanakan PKPA di Kota Medan, Kabupaten Deli Serdang dan Kabupaten Langkat dengan tujuan untuk menindaklanjuti rekomendasi workshop dan stakeholders meetting penerapan Children’s Rights and Business Principles (CRBP) atau prinsip-prinsip bisnis dan hak anak yang dilakukan PKPA Mei 2018 lalu.
“Tujuan lain dari konsultasi daerah ini adalah untuk memetakan potensi sinergi advokasi multistakeholders dalam kerangka penerapan CRBP di sektor perkebunan dan industri minyak sawit serta membentuk forum atau jejaring CRBP yang melibatkan multistakeholder kunci di Sumatera Utara” paparnya.
Desa Perkebunan Layak Anak
Misran Lubis, Senior Officer PKPA yang menjadi fasilitator konsultasi tersebut di Medan (09/08/18) mengungkapkan bahwa dari total luas perkebunan kelapa sawit di Indonesia, maka 70 persen berada di Pulau Sumatera dan Sumatera Utara merupakan wilah pertama kali kebun sawit dikembangkan dan posisi Sumatera Utara merupakan terbesar kedua setelah Riau dengan luas mencapai 1.2 juta hektare.
Menurutnya, sektor perkebunan sawit masih memiliki masalah mulai dari deforestasi, korupsi, pekerja anak, sampai pelanggaran hak asasi manusia (HAM).
“Kita harus ingat bahwa resolusi Parlemen Uni Eropa telah menyerukan syarat mutlak bagi industri kelapa sawit yaitu harus sepenuhnya menghormati HAM dan sosial mendasar serta mematuhi sepenuhnya standar ketenagakerjaan memadai yang dirancang untuk menjamin keselamatan dan kesejahteraan pekerja di perkebunan sawit” tegasnya.
Point penting lain dari resolusi tersebut adalah masalah pekerja anak. Hal tersebut bukan hanya persoalan ada tidaknya pekerja anak di perkebunan, tetapi juga berkaitan dengan kesejahteraan anak secara komprehensif dan berkelanjutan.
“Perbincangan kita sekarang tidak lagi pada soal ada tidaknya pekerja anak atau buruh anak di perkebunan kelapa sawit. Lebih penting adalah hubungan sektor bisnis dengan anak terkait banyak hal baik hubungan yang berdampak positif untuk perlindungan dan kesejahteraan anak, maupun dampak-dampak negatif yang melanggar hak-hak anak” jelas Misran Lubis.
Menurut Misran Lubis, dalam proses itulah saat ini PKPA telah menggalang kerjasama untuk penarapan dua desa layak anak di area perkebunan di Kabupaten Langkat dan satu desa di area lingkar perkebunan sawit di Kabupaten Deli Serdang.
“Di Langkat PKPA telah bekerjasama menerapkan desa layak anak di Desa Amal Tani dengan PT. Amal Tani dan di Desa Bekiun dengan PT. Langkat Nusantara Kepong (LNK), sementara di Deli Serdang di Desa Damak Maliho” terangnya.
Terkait goal dari konsultasi daerah tentang hak anak dalam prinsip bisnis yang saat ini digalang PKPA, menurut Keumala Dewi, pihaknya berharap agar pihak-pihak terkait semaksimal mungkin menerapkan Children Right and Coorporate Social Responsibility (CCSR).
Menurutnya, tidak cukup pada pencegahan dan penghapusan pekerja anak di perkebunan saja, jauh lebih penting adalah perusahaan harus memastikan agar seluruh aktivitas perusahaan berdampak positif terhadap tumbuh-kembang anak secara menyeluruh.
“Anak-anak merupakan pemangku kepentingan dalam pekebunan kelapa sawit. Mereka hidup di are kebun, mereka anggota keluarga dari karyawan, pekerja masa depan dan sekaligus sebagai konsumen dari produk kebun itu sendiri” pungkas Keumala Dewi.