Blog

Komunitas Anak Hero of Digital Protection Soroti, Isu Kesehatan Mental di Dunia Digital

Ruang pertemuan di Ibis Styles Pattimura Medan disulap menjadi tempat bermain (15/09/2022). Belasan anak memainkan ular tangga jumbo secara berkelompok. Terdapat 4 anak perwakilan kelompok sibuk menaiki tangga dan menuruni ular pada kotak yang ditempatinya. Sesuai dengan hasil dari angka dadu yang dilempar oleh temannya.

Lembar ular tangga berisi 30 kotak, dengan masing-masing kotak tersebut terdapat gambar dan instruksi yang berbeda-beda. Namun, secara garis besar konten dalam permainan ular tangga adalah pertanyaan-pertanyaan seputar isu-isu anak dan cyber safety. Tujuannya adalah sebagai media interaksi dan diskusi antara anak dan fasilitator mengenai materi-materi yang sudah didiskusikan pada konsultasi sebelumnya.

Juanda Hutagaol, salah satu peserta anak, ikut melemparkan dadu untuk timnya. Dia senang sekaligus mengeluh. “Games-nya seru kak, kartu misinya juga sudah dapet ke pembahasan kita, tapi maunya kartu yang sudah dibuka tidak dilakukan lagi, biarsemua kartu terbuka,” ungkapnya seru, meski timnya menjadi paling akhir sampai di finish.

Setelah permainan berkahir, anak-anak kembali mengambil posisi duduk membentuk Letter U untuk melanjutkan diskusi mengenai rencana tindak lanjut kelompok. Salah satu pembahasan dalam diskusi tersebut adalah memilih nama komunitas mereka.

Dari lima saran nama yang masuk, dipilih satu nama yang menurut anak-anak paling menggambarkan identitas komunitas mereka. Hero of Digital Protection (HeDiPro) yang artinya ‘pahlawan proteksi digital’, nama ini disarankan oleh Dea Yuli Anggraini. Maksud Dea, dengan nama itu, harapannya kelompok anak ini dapat menjadi pahlawan atau pejuang yang mampu mengajak orang lain dalam mengoptimalkan literasi digital dan juga mengadvokasi pencegahan dampak buruk ketika berselancar di media sosial.

Dea juga mengatakan ide nama tersebut bersumber dari sekitar. “Mendengar kata Hero, saya menjadi ingat dengan kalimat ‘Zero to Hero’ yang artinya Nol ke pahlawan,” tutur Dea. Menurutnya istilah tersebut dapat menggambarkan kondisi mereka yang awal mula masih kosong dan belum terlatih, mampu menjadi contoh baik bagi orang lain.

Setelah menentukan rencana tindak lanjut kelompok dan menghabiskan waktu istirahat, anak-anak melanjutkan kegiatan konsultasi. Paruh kedua kegiatan pada hari itu diisi oleh pembahasan materi mengenai cara yang dapat dilakukan anak untuk tetap menjaga kesehatan mental mereka. Dalam diskusi tersebut, Eka Ervika, M.Si., Psikolog hadir sebagai pembicara.

Sebagai pengantar, Eka menjelaskan bahwa menjadi tantangan tersendiri bagi remaja dalam menjaga kesehatan mental, terutama selama proses adaptasi kehidupan ‘normal’ setelah pandemi COVID-19. Ia kemudian menjelaskan terdapat beberapa tanda bahwa remaja memiliki gangguan dalam kesehatan mentalnya, yaitu seperti terjadi perubahan sifat, kecemasan berlebih terhadap suatu hal, gangguan tidur, hingga mood yang berubah dengan cepat.

Dalam kaitannya dengan dunia digital, menurut Eka, cyber bullying merupakan penyumbang terbesar penyebab remaja sering mengalami gangguan kesehatan mental. Hal ini ia katakan atas dasar pengalaman menangani anak korban cyber bullying pada layanan konseling miliknya, Aliva Konsultan.

Anak-anak tampak antusias mengikuti diskusi bersama narasumber yang merupakan seorang psikolog. Berbagai pertanyaan diajukan oleh anak, baik itu berkaitan dengan kesehatan mental di dunia digital maupun tidak. Kesempatan diskusi bersama psikolog ahli tersebut dimanfaatkan secara penuh oleh anak. Memang, isu kesehatan mental menjadi hal yang ingin dibahas oleh anak-anak. Demikian tutur Anggriani Mahdianingsih, selaku pendamping komunitas anak HeDiPro ini. Dari lima belas anak yang memberikan masukan isu yang akan dibahas, tujuh diantaranya menyebutkan isu kesehatan mental dan kaitannya dengan perilaku dan kekerasan di dunia digital. “Harapannya anak tahu cara menjaga kesehatan mental mereka dari berbagai risiko akibat penggunaan digital itu sendiri,” tutur Anggi.

Pada akhir sesi diskusi, Eka memberikan beberapa tips yang dapat dilakukan oleh anak untuk menjaga kesehatan mental mereka. Diantaranya yaitu dengan menyadari bahwa khawatir adalah hal yang normal dan anak menerima perasaan yang mereka alami. Selanjutnya adalah dengan mengenali diri, lakukan aktivitas yang membahagiakan dan menjadikan mood positif.

Eka juga menyarankan agar anak-anak membatasi penggunaan media jika membuat kecemasan meningkat. Selain itu ia menekankan agar anak-anak dapat berkomunikasi dengan keluarga dan teman terkait apa yang dialami dan dirasakan oleh anak. “Sebisa mungkin untuk cerita terlebih dahulu dengan teman, namun jika membutuhkan bantuan hubungi profesional,” paparnya. (DMC – Anggi)

Kontak Pengaduan Kasus