
Pengeluaran anak didik dari sekolah, masih terjadi. Setidaknya, satu kasus pengaduan dari orang tua anak diterima Yayasan Pusat Kajian dan Perlindungan Anak (PKPA) November 2017.
Di satu sekolah menengah kejuruan di Kota Tebing Tinggi, seorang anak didik yang sedang magang di satu pusat perbelanjaan diketahui mengambil satu jenis es krim dan memakannya. Kasus tersebut sebenarnya telah selesai secara restoratif justice di kepolisian, namun guru pembimbing dan kepala sekolah berpandangan lain, si anak dan tiga rekannya dikeluarkan dari sekolah.
Mengeluarkan anak bermasalah dari sekolah bukan kasus di atas saja. Ada beragam cara dan bentuk pelepasan tanggungjawab sekolah terhadap anak-anak bermasalah dengan hukum yaitu anak sebagai korban, pelaku maupun saksi. Sekolah, tidak mau repot, apalagi kepentingan peserta didik lain sering dijadikan alasan. Solusi jangka pendek selalu dipandang sebagai kebaikan. Sekolah melepaskan tanggungjawab dan kewajibannya.
Tindakan tidak bertanggungjawab. Sekolah justru dipertanyakan peran dan fungsinya sebagai lembaga pendidikan maupun guru bimbingan yang ada di sekolah tersebut. Sekolah bukan saja bertugas menertibkan anak-anak selama dalam pengawasannya. Sekolah memiliki mandat untuk mendidik dan mengajar setiap anak. Guru sangat berperan membantu perkembangan peserta didik untuk mewujudkan tujuan hidupnya secara optimal (Mulyasa: 2005:10). Perilaku anak di luar sekolah dipengaruhi bagaimana si anak dibentuk di sekolah. Jika ada anak bermasalah secara hukum dalam proses belajar-mengajar, maka mungkin di sekolahnya juga ada masalah.