“Kami ingin pekerja anak tidak mengalami kekerasan pada saat bekerja.”
Ungkapan tersebut disampaikan oleh Mikha gulo, salah satu anggota Child Advisory Comittee (CAC) yang merupakan kelompok anak yang fokus menyuarakan tentang hak – hak pekerja anak.

Siang itu, jumat 16 desember 2022 anggota CAC berkumpul di lantai 2 aula pertemuan rumah makan restu bunda. Ruangan itu kecil saja namun dilengkapi dengan peralatan diskusi yang beroperasi dengan baik. Ditengah teriknya siang, anak – anak duduk lesehan dengan santai sambal sesekali menyeruput jus buah. Mereka berkumpul untuk melaksanakan CAC Meeting (diskusi reguler) terakhir mereka di tahun 2022.
Pada pertemuan tersebut, anak-anak diajak untuk melakukan evaluasi dan update perkembangan CAC selama program berjalan. Sudah 2 tahun kelompok CAC terbentuk dan fokus pada isue pekerja anak, melalui pertemuan ini anak – anak diajak untuk napak tilas advokasi yang sudah dilakukan melalui foto – foto kegiatan. Fasilitator memberikan setumpuk lembaran foto berukuran postcard dan anak anak menempelkannya di lembaran plano. Pada tiap foto, anak anak menuliskan nama kegiatan dan apa saja yang mereka ingat tentang kegiatan tersebut. Pada akhirnya tempelan kertas dan tulisan tersebut membentuk poster yang bercerita tentang perjalanan advokasi yang telah dilakukan oleh anggota CAC, mulai dari lokal hingga nasional.
Tidak hanya itu, pada pertemuan ini juga anggota CAC melakukan evaluasi seluruh rangkaian kegiatan yang telah dilakukan bersama PKPA. Evaluasi ini menggunakan 9 basic requirement (9 persayaratan dasar perlindungan anak) yang tertuang dalam KHA. Tiap anggota memberi ulasan yang positif maupun saran saran yang dapat membuat komunitas dan aktivitas dapat dilakukan lebih baik.
Selain melakukan evaluasi, anggota juga mendapatkan perkembangan tentang 3 anggotanya yang akan menjadi peserta dalam Global Gathering dalam isu pekerja anak di Rwanda, Afrika Tengah. Global Gathering yang akan dilaksanakan pada januari mendatang akan menjadi ruang bagi pekerja anak untuk menyuarakan kegelisahan mereka terkait bahaya dan resiko menjadi pekerja dan alasan mereka tetap menjalani pekerjaan tersebut.
Pesan yang paling banyak muncul dalam diskusi diantaranya tentang pekerjaan yang layak bagi orang tua dan peningkatan skill baik bagi orang tua dan anak. “Kami ingin orang tua mendapatkan perkerjaan yang layak. Kami juga tidak ingin dibedakan dengan anak anak yang lain.” Jelas Yessa.
Sedangkan Mikha yang fokus menyoroti tentang kekerasan yang sering dialami pekerja anak, ingin ada wadah yang dapat mereka percaya saat anak – anak yang bekerja mendapatkan kekerasan. “Kadang kekerasan yang kami alami tidak ada bukti fisiknya. Kadang kami dibentak, diancam akan dipecat atau tidak dibayar jika kami melakukan kesalahan atau bahkan saat kami ikut bencanda namun pemilik usaha tidak menyukai candaan kami. Namun saat kami dimarahi, tidak ada yang melihat atau jikapun melihat tidak ada yang peduli. Kami ingin melaporkan apa yang kami alami, namun kami takut tidak ada yang percaya.” Jelas Mikha.
Anggota CAC berharap komunitas mereka dapat lebih keras bersuara dan didengar oleh pemerintah agar masalah pekerja anak dapat diselesaikan dengan tuntas. (DMC_Rizky)