Blog

BISNIS DAN HAK-HAK ANAK

Hubungan sektor bisnis dengan anak terkait banyak hal, baik hubungan yang bedampak positif untuk perlindungan dan kesejahteraan anak, maupun dampak-dampak negatif yang melanggar hak-hak anak.

Relasi anak dan sektor bisnis, tidak hanya terbatas pada isu pekerja anak atau buruh anak. Karena faktanya hubungan sektor bisnis dengan anak terkait banyak hal, baik hubungan yang bedampak positif untuk perlindungan dan kesejahteraan anak, maupun dampak-dampak negatif yang melanggar hak-hak anak. Bicara tentang perlindungan dan kesejahteraan anak di Indonesia, kita dihadapkan dengan fakta masih tingginya kemiskinan yang dialami anak-anak sekitar 44 juta anak indonesia masih hidup dalam kemiskinan. Salah satu dampak lanjutan dari kemiskinan tersebut adalah kehadiran anak-anak didunia kerja, bahkan menurut data ILO ada sekitar 1,7 juta anak Indonesia bekerja pada bentuk-bentuk pekerjaan terburuk untuk anak.

Mengatasi masalah situasi sulit yang dialami sebagian besar anak-anak Indonesia diperlukan keterlibatan multi aktor selain negara (pemerintah), seperti peran serta sektor bisnis dan masyarakat sipil. Sektor bisnis adalah salah satu aktor penting dalam pembangunan masa depan anak-anak Indonesia. Skema sektor bisnis telah dirumuskan oleh unicef dan organisasi internasional lainnya yaitu Save the Children dan Global Compact Network, tahun 2013 . Skema ini yang kemudian diluncur dalam Pedoman Children’s Rights & Business Principles (CRBP).

Children’s Right and Business Principle (CRBP) atau Prinsip-prinsip bisnis dan hak anak, sebagai instrumen untuk memotret standar global hak asasi anak disketor bisnis. Satu hal yang harus diperhatikan adalah Prinsip-prinsip ini bukan merupakan aturan hukum baru yang berlaku secara internasional. Prinsip-prinsip ini merupakan panduan dan diberlakukan secara sukarela kepada perusahaan. Gunilla Olsson (Kepala Perwakilan UNICEF Indonesia), berpendapat bawah semua perusahaan baik bisnis keluarga skala kecil maupun perusahaan multinasional skala besar berkontribusi terhadap kesejahteraan anak melalui penciptaan lapangan kerja bagi keluarga mereka atau juga melalui inisiatif-inisiatif yang bersifat filantropi. Namun di sisi lain, praktik bisnis juga dapat berdampak kurang positif terhadap anak-anak.(http://www.indonesia-investments.com/id/bisnis/komoditas/minyak-sawit/item166).

Meskipun CRBP bukanlah sebuah produk hukum, tetapi CRBP ini dapat menjadi peta jalan untuk membantu perusahaan dalam melindungi dan berkontribusi memenuhi hak anak, dimana perusahaan beroperasi baik dalam skala lokal maupun nasional.

Implementasi dari CRBP ini dapat berkonstribusi pada agenda yang lebih luas secara nasional “Menuju Indonesia Bebas Pekerja Anak Tahun 2022” dan tujuan pembangunan berkelanjutan (SDGs), khususnya target 1, 4 dan 8 berkaitan dengan pemberantasan kemiskinan, pendidikan berkualitas, kerja layak dan pertumbuhan ekonomi.

Pelaksanaan program CSR untuk mendukung kesejahteraan anak adalah salah satu bagian dari prinsip CRBP. Karena CRBP mendorong hal yang lebih luas bagi perusahaan dalam melindungi anak dan berkonstribusi terhadap peningkatan kesejahteraan anak. Secara umum ada 3 cakupan area CRBP, yiatu:

Tiga area CRBP ini berisi 10 prinsip yang menjadi kewajiban bagi perusahaan, yaitu:

  1. Memenuhi tanggung jawabnya untuk menghormati hak-hak anak dan berkomitmen untuk mendukung hak asasi anak
  2. Berkontribusi menuju penghapusan perburuhan anak termasuk dalam seluruh kegiatan usaha dan hubungan usaha
  3. Menyediakan pekerjaan yang patut bagi pekerja muda, orang tua dan pengasuh
  4. Menjamin perlindungan dan keselamatan anak di segala kegiatan usaha dan berbagai fasilitas usaha
  5. Menjamin bahwa produk-produk dan jasa aman bagi anak; dan berupaya mendukung hak-hak anak melalui berbagai produk dan jasa
  6. Menggunakan pemasaran dan iklan yang menghormati dan mendukung hak-hak anak
  7. Menghargai dan mendukung hak-hak anak dalam kaitan dengan penguasaan dan penggunaan lahan dan lingkungan hidup.
  8. Menghargai dan mendukung hak-hak anak dalam tatanan/rancangan keamnana.
  9. Membantu melindungi anak yang terdampak keadaan darurat/bencana.
  10. Memperkuat upaya masyarakat dan pemerintah untuk melindungi dan memenuhi hak-hak anak.

Dalam upaya mendorong integrasi prinsip CRBP tersebut kedalam kebijakan perusahaan, khususnya perusahaan perkebunan kelapa sawit, Yayasan PKPA bekerjasama dengan ICCO Cooperation, mengembangkan sebuah Toolkits CRBP yang disusun secara partisipatif. Proses penyusunan ini melibatkan multipihak antara lain; Perwakilan Unicef Indonesia, Universitas Bina Nusantara-Jakarta, Pemerintah Kabupaten Langkat, perwakilan perusahaan perkebunan kelapa sawit, dan masyarakat termasuk anak-anak.

Pemilihan sektor perkebunan kelapa sawit sebagai pilot project pengembangan toolkits CRBP oleh PKPA, tidak berarti mengabaikan perusahaan pada sektor lainnya seperti sektor tambang, industri makanan, retail, dan lainnya. Pemilihan sektor perkebunan kelapa sawit karena project ini sebagai pilot untuk pengembangan CRBP dan didasarkan pada kontek wilayah Sumatera Utara dimana perusahaan kelapa sawit menjadi salah satu “primadona” bisnis yang mengeksplorasi lahan cukup luas, dan isu pekerja anak 60% berada disektor pertanian khusus disektor perkebunan.

Sebagi contoh penerapan CRBP di sektor perkebunan sawit selain kebijakan batasan usia minimum penerimaan karyawan atau pekerja perkebunan, adalah pembangunan fasilitas untuk mendukung tumbuh-kembang anak. Sebuah perusahaan perkebunan kelapa sawit di Sumatera Utara membangun tempat penitipan anak (TPA) sebagai upaya agar anak-anak tidak terlibat dalam proses pekerjaan dikawasan perkebunan sawit. Anak-anak karyawan perkebunan ditempatkan di TPA selama proses jam kerja di perkebunan berlangsung. Dengan adanya TPA masyarakat perkebunan merasa diuntungkan karena mereka tidak perlu repot membawa anak dalam pekerjaan dan anak-anak akan aman selama ditinggal orang tuanya bekerja Di lokasi TPA perusahaan menyediakan petugas yang akan merawat dan mengawasi anak-anak sampai orang tua kembali dari pekerjaan di perkebunan. (Sumber : Laporan Penelitian PKPA, 2016).

Kontak Pengaduan Kasus