Diungkapkan oleh Agus Sutiyono (2010: 104) yang menyatakan bahwa: Trauma adalah jiwa atau tingkah laku yang tidak normal akibat tekanan jiwa atau cedera jasmani karena mengalami kejadian yang sangat membekas yang tidak bisa dilupakan. Trauma dapat terjadi pada anak yang pernah menyaksikan, mengalami dan merasakan langsung kejadian mengerikan atau mengancam jiwa, seperti tabrakan, bencana alam, kebakaran, kematian seseorang, kekerasan fisik maupun seksual dan pertengkaran hebat orangtua.
Terutama kekerasan orang tua terhadap anak sangat berpengaruh besar, mau itu dalam bentuk fisik maupun ucapan. Orang tua kadang selalu melakukan apa yang ia pikirkan dan selalu berasumsi bahwasannya apa yang ia lakukan dan apa yang ia terapkan itu benar adanya, tanpa bertanya apakah seorang anak suka dan ingin diperlakukan seperti itu, apakah ia tersiksa batinnya ataupun tidak ingin diperlakukan seperti itu. Hal itu sangat mempengaruhi masa yang akan datang untuk seorang anak tersebut, kebanyakkan orang tua mendidik anak tidak sesuai dengan perkembangan zaman yang saat ini dijalankan sehingga banyak sekali simpang siur yang dipermasalahkan oleh anak dan orang tua sehingga dapat menimbulkan pertengkaran yang berujung kekerasan, ketika pemikiran orang tua dulu dibalas dengan pemikiran anak sekarang yang semakin pesat perkembangannya membuat orang tua berpikir bahwa anaknya melawan dan membangkang maka dari itu didiklah anak sesuai dengan zaman artinya adalah orang tua juga harus mengikuti bagaimana perkembangan zaman yang terus berlanjut, jangan menyalahkan keadaan dengan membandingkan apa yang ia belum pernah rasakan seperti jaman dimana orang tua dididik dan diperlakukan oleh orang tuanya dahulu. Jangan tertinggal dengan anak jaman sekarang bukan berarti orang tua harus lebih pintar di zaman modern yang dipenuhi teknologi seperti saat ini tetapi melainkan mengikuti apa yang menjadi pengetahuan seorang anak serta mengawal dan ikut menjadi pengarah dari apa yang kemudian berpotensi menyimpang. Beberapa trauma tidak bisa dilihat oleh mata karena akibat dari trauma ini membentuk luka batin yang tersimpan dan mempengaruhi bahkan menggerogoti seseorang dalam melakukan
hal-hal positif, efeknya adalah kehidupan seseorang bisa menjadi tidak tercatat dengan baik dan bahkan menjadi pilu. Mereka akan menunjukkan pengaruhnya pada masa dewasa, yaitu ketidakmampuan mengembangkan kemampuan dan keterampilan yang mereka miliki. Kebanyakan anak-anak ini akan menjadi orang-orang dewasa yang rentan terhadap depresi dan menunjukkan gejala-gejala traumatis, hingga akhirnya mereka beresiko menjadi pelaku kejahatan yang sama ketika beranjak dewasa.
Setiap orang memiliki rekam jejak kehidupan yang unik dan terkadang masa lalu memang dapat melukai jiwa seseorang. Trauma ini ibarat selamat dari kecelakaan tapi cacat seumur hidup, namun orang tersebut dapat memilih untuk lari dari masa lalunya atau belajar menerima dan menghadapi masa lalunya untuk dapat menjadi pribadi yang lebih baik di masa yang akan datang. Menerima dan berdamai dengan kenyataan hidup memanglah sulit, tetapi jika hal ini dianggap sebagai cobaan dan dijalani dengan baik maka akan menghasilkan kebaikan pula. Anak tumbuh dewasa karena hal-hal keadaan,kejadian serta perasaan batin yang tersiksa sebelum waktunya tanpa merasakan kasih sayang,ketenangan,keharmonisan sepenuhnya di kehidupan mereka. Baiknya mereka menjalani hidup tanpa mengulang hal yang sama, maka dari itu saya sebut, “UTUH TAPI TAK MENYELURUH’.
“Orang tua harus memutus mata rantai pengasuhannya yang buruk dimasa lalu, bila orang tua diasuh penuh dengan kekerasan, bukan berarti anak harus mengalami hal yang sama.”